masukkan script iklan disini
Ladang Doa - Ilmu Pengasihan Tingkat Tinggi
Ladang Doa-Sesungguhnya, setiap dari kita dilahirkan sebagai bayi yang
lucu, menggemaskan, dan sangat mengundang kasih sayang.
Tapi kemudian kita tumbuh menjadi pribadi yang hanya
mementingkan diri sendiri, tidak peka terhadap kebutuhan orang lain untuk
diperlakukan dengan hormat, tidak berlaku seanggun yang diharapkan dari pribadi
sebaik kita, dan tidak berupaya membantu orang lain untuk merasa gembira dengan
diri dan kehidupan mereka.
Dan kemudian tidak sedikit dari kita yang tumbuh menjadi PRIBADI YANG RINDU DICINTAI, TAPI MEMPERSULIT ORANG LAIN UNTUK
MENCINTAINYA.
1. Kita dilahirkan sangat menarik; tetapi kemudian tumbuh lebih
tertarik kepada hal-hal yang menurunkan daya tarik kita.
2. Kecantikan alamiah seorang wanita tidak akan bertahan lama,
jika ia tidak memindahkan kecantikan itu kedalam hatinya.
3. Semua yang cantik dan indah memiliki saat dan masa-nya, dan
kemudian berlalu. Tetapi, kecantikan dan keindahan itu bisa tetap bersama kita
bila kita memeliharanya.
4. Kecantikan pada usia 16 tahun adalah hasil pekerjaan alam,
tetapi kecantikan pada 60 tahun adalah hasil dari kepemimpinan diri yang baik.
Sahabat Indonesia yang baik hatinya,
yang kebaikan hatinya menjadi penanda bagi kebaikan rezekinya,
Untuk menjadi orang yang memiliki daya tarik yang luar biasa, Perbaikilah ahlakmu. Akhlak yang baik
merupakan kehidupan kedua dan kehormatan abadi bagi setiap manusia. Akhlak yang
baik merupakan sifat yang tinggi.
Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الأَخْلاَق
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak-akhlak mulia.”
(Shahiih, HR. Ahmad; lihat as-silsilah ash-shahiihah)
Segala makna yang
dikandung oleh sifat ini mensucikan seorang muslim dari kotoran-kotoran lisan
dan qalbu. Kemudian, dengan semua itu dia menaiki martabat ihsan kepada
penciptaNya dan sesama manusia. Dengan akhlak mulia, seorang muslim akan meraih
kesempurnaan dalam imannya.
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1082. Dishahihkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 1232;
Bila kita membaca siroh (perjalanan hidup) beliau,
niscaya akan kita dapatkan wujud nyata dari sabda beliau ini, beliau
benar-benar sebagai uswah paling bagus dalam menerapkan akhlak karimah. Sebagai
seorang hamba, beliau adalah hamba Allah yang paling mulia akhlaknya, sebagai
seorang pemimpin, beliau adalah pemimpin yang paling adil, bijak, dan sabar,
sebagai seorang suami, beliau adalah suami yang paling baik terhadap istrinya.
Allah telah memberikan persaksian-Nya akan hal ini
dengan berfirman:
وإنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Dan sungguh-sungguh engkau berbudi pekerti yang
agung.”
(QS. Al Qalam: 4)
Bila kita hendak menghitung satu persatu akhlak
beliau, niscaya kita akan menghadapi kesulitan, oleh karena itu Aisyah
memberikan gambaran yang sangat jelas akan akhlak beliau dengan mengatakan:
كَانَ خُلُقُهُ القُرْآن
“Akhlak beliau adalah Al Quran.”
Inilah hakikat agama islam, yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia, sehingga banyak dari mereka beranggapan, bahwa agama islam
identik dengan kekerasan, teroris, kaku, dll. Dan untuk lebih jelasnya, mari
kita renungkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berikut:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَاناً أَحْسَنُهُمْ خُلُقاً
“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang
paling baik akhlaknya.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1082. Dishahihkan Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahih Al-Jami’ no. 1232; dinukil
Dalam riwayat Ahmad:
أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنِسَائِكُمْ
“Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah
yang paling baik akhlaqnya, dan sebaik-baik kalian adalah yang paling baik
kepada istri-istrinya.”
(Shahiih, HR. Ahmad)
Diriwayatkan dari Jabir radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا
“Sesungguhnya orang yang paling aku cintai di antara
kalian dan yang paling dekat kedudukannya denganku di hari kiamat kelak adalah
orang yang terbaik akhlaqnya.”
(HR. Tirmidzi, ia berkata ‘hadits ini hasan gharib’.
Hadits ini dishahihkan oleh al-Albani dalam kitab Shahih Sunan Tirmidzi;
dinukil
Syaikh al-’Utsaimin berkata,
Di dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menerangkan bahwa orang yang paling dekat dengan beliau adalah
orang-orang yang paling baik akhlaknya. Maka apabila akhlak anda semakin mulia
niscaya kedudukan anda di hari kiamat kelak akan semakin dekat dengan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam dibandingkan selain anda.
(Syarh Riyadhush Shalihin, hal. 396-397; dinukil
Landasan pergaulan sesama muslim
Hadits-hadits yang menganjurkan seorang muslim untuk
bersahabat dan disahabati sangat banyak sekali. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam telah menganjurkan hal ini dan menjelaskan keutamaan persaudaraan karena
Allah, keutamaan saling mencintai karena Allah, dan menjelaskan keutamaan
seorang mukmin yang bergaul (bersahabat) dan (bisa) disahabati dan hendaknya
seorang mukmin dekat dengan saudara-saudaranya dalam banyak hadits.
Diantaranya adalah:
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
إن أقربَكم مني مجلسا يوم القيامة أحاسنُكم أخلاقا، المُوَطَّئُوْنَ أكنافا . الذين يَأْلَفُوْنَ ويُؤْلَفُوْنَ
((Sesungguhnya yang terdekat denganku tempat duduknya
pada hari kiamat yaitu mereka yang terbaik akhlaknya diantara kalian yang
pundak-pundak mereka terbentang[*] yang bersahabat dan disahabati))
[Mushonnaf Abdurrozaq As-Shon’ani 11/144 no 0153,
At-Tobroni dalam Al-Mu’jam As-Shogir 2/89 no 835, Al-Baihaqi dalam Syu’abul
Iman 6/270 no 8118, Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini (dengan lafal
seperti ini) adalah hasan ligoirihi (Shahih At-Targhib wat tarhib no 2658);
* المُوَطَّئُوْنَ yaitu dengan sighoh isim maf’ul diambil dari
kalimat التوطئة yang maknanya membentangkan (merendahkan).
Disebut فراش وطيء tempat tidur yang terbentang jika tidak
mengganggu lambung yang tidur di atasnya. Dan yang dimaksud dengan الأكناف adalah sisi-sisi tubuh seseorang dan maskud
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang-orang yang sisi-sisi mereka
terbentang yang memungkinkan dijadikan sahabat dengan tidak merasa terganggu,
dan ini merupakan balagoh yang sangat baik
(Faidul Qodir 3/464-465;
Dan juga dalam hadits yang lain yang diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan yang lainnya yang diriwayatkan dari beberapa jalan dan ia adalah
hadits yang shahih bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
المؤمن يألف ويؤلف
((Seorang mukmin itu bersahabat dan disahabati))
[HR At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Awshoth 6/58 no
5787. Berkata Al-Haitsami "Hadits ini diriwayatkan oleh Ahmad dan
Al-Bazzar dan para perowi Ahmad adalah para perowi as-shahih” (Majma’Az-Zawaid
8/87);
Dalam lafazh yang lain:
المؤمن مَألفة
((Seorang mukmin itu adalah tempat untuk
persahabatan))
[HR Ahmad 5/335 no 22891, Al-Baihaqi dalam Syu’abul
Iman 6/271 no 8120, At-Thobroni dalam Al-Mu’jam Al-Kabir 6/131 no 5744 dan
dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah 1/784 no 425;
Orang yang melihatnya merasa sreg (merasa tenang)
bersahabat dengannya karena tidaklah yang ia menampakkan pada
saudara-saudaranya dan pada masyarakat kecuali kebaikan. Allah telah
memerintahkan hal itu kepada seluruh manusia dalam firmanNya
وَقُولُوا لِلنَّاسِ حُسْنًا
(serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia)
(QS. 2:83).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda
الْمُؤْمِنُ يَأْلَفُ وَيُؤْلَفُ ، وَلا خَيْرَ فِيمَنْ لا يَأْلَفُ وَلا يُؤْلَفُ
((Orang mukmin adalah bersahabat dan disahabati dan
tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak bersahabat dan tidak disahabati))
[Lihat As-Shahihah 1/784 no 425
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُزَحْزَحَ عَنْ النَّارِ وَيَدْخُلَ الْجَنَّةَ فَلْتُدْرِكْهُ مَنِيَّتُهُ وَهُوَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَيَأْتِي إِلَى النَّاسِ مَا يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْهِ
“Barangsiapa ingin dijauhkan dari api neraka, dan
ingin dimasukkan ke dalam surga maka hendaklah ia menemui kematiannya dalam
keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, serta memberikan kepada manusia
sesuatu yang ingin diberikannya kepadanya.”
(Shåhiih, HR. Ahmad; dishahiihkan oleh Syaikh Ahmad
Syaakir)
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيْهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ
“Tidaklah beriman salah seorang dari kalian hingga dia
menyukai (menginginkan) bagi saudaranya segala (kebaikan) yang dia sukai bagi
dirinya sendiri”
[HR Al-Bukhari (13) dan Muslim (45); dalam riwayat
lain:
وَلْيَأْتِ إِلَى النَّاسِ الَّذِي يُحِبُّ أَنْ يُؤْتَى إِلَيْه
“Hendaknya ia memberi kepada orang lain apa yang ia
suka untuk diberikan padanya.”
[HR Muslim (1844); Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa
sallam bersabda:
لاَتَدْخُلُوا الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلاَ تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوْا
“Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman
dan tidaklah ada (kesempurnaan) iman sampai kalian saling mencintai…”
[(HR Muslim (54), Abu Dawud (5193), dan at-Tirmidzi
(2689);
Mengikat tali
persaudaraan diatas iman dan takwa
Allah dalam Al-Qur’an yang agung telah menganugerahkan
kenikmatan bagi hamba-hambaNya dengan menjadikan mereka -dengan anugerahNya,
dengan Islam- menjadi saling bersaudara.
Allah berfirman
فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتٌمْ عَلَى شَفَى حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا
“Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah
orang-orang yang bersaudara, dan kalian dahulu berada di tepi jurang neraka
lalu Allah menyelamatkan kalian darinya”
(QS Ali ‘Imron 103)
Allåh berfirman
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.
(Al-Hujuraat: 10)
Råsulullåh shållallåhu ‘alauhi wa sallam bersabda:
كُوْنُوْا عِبَادَ اللهِ إِخْوَانًا
…jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara…
(HR. Muslim)
Dan Allah telah menganugerahkan kenikmatan bagi
hamba-hambaNya yang beriman dengan menyatukan hati-hati mereka, dengan
anugerah-Nya Allah menjadikan mereka saling bersaudara, yang hal ini menunjukan
kepada kita bahwa kecintaan karena Allah dan bahwasanya persaudaraan karena
Allah adalah merupakan kenikmatan yang sangat agung yang telah Allah tanamkan
di antara hati-hati orang-orang yang beriman, satu dengan yang lainnya dan
hendaknya memperhatikan kenikmatan yang agung ini, menjaganya, dan mengakui
bahwa ia adalah anugerah dari Allah.
Oleh karena anugerah dari Allah hendaknya dijaga dan
kesengsaraan hendaknya dijauhi dan diwaspadai. Oleh karena itu Allah berfirman فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا ((Lalu menjadilah kalian karena nikmat Allah orang-orang yang
bersaudara)), berkata sebagian Ulama menafsirkan firman Allah بِنِعْمَتِهِ (karena nikmat-Nya), ini adalah peringatan
bahwasanya terjalinnya tali persaudaraan dan terjalinnya tali cinta kasih
diantara kaum mu’minin hanyalah karena karunia Allah, sebagaimana dijelaskan
dalam ayat yang lain:
لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِيْ الْأَرْضِ جَمِيْعًا مَا أَلَّفْت بَيْنَ قُلُوْبِهِمْ وَلَكِنَّ اللهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“Walaupun engkau membelanjakan semua (kekayaan) yang
ada di bumi niscaya engkau tidak bisa mempersatukan hati mereka, akan tetapi
Allah-lah yang telah mempersatukan hati mereka”
(QS Al-Anfal:63)
Maka yang menjadikan seseorang mencintai yang lainnya
dan menjadikan hati-hati manusia menjadi bersatu padahal mereka berasal dari
penjuru dunia yang beraneka ragam, dari ras dan bangsa yang bermacam-macam,
dari martabat yang bertingkat-tingkat, yang menjadikan mereka saling mencintai,
menjadikan mereka sama dalam perkara yang satu yaitu beribadah kepada Allah
–yaitu mereka menjadi saling bersaudara karena Allah- adalah Allah dengan
karunia nikmat-Nya.
Oleh karena itu Allah berfirman:
قُلْ بِفَضْلِ اللهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَلِكَ فَلْيَفْرَحُوْا هُوَ خَيْرٌ مِمَّا يَجْمَعُوْنَ
“Katakanlah: “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya,
hendaknya dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat Allah itu lebih baik
dari yang mereka kumpulkan”
(QS Yunus 58)
Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya membawakan perkataan
‘Umar dalam menafsirkan ayat diatas:
“Karunia Allah dan rahmatNya adalah Al-Qur’an”
[Tafsir Ibnu Abi Hatim 6/1960 no 10435;
Maka perkara yang paling agung untuk digembirakan
adalah seorang hamba (yang bersaudara) adalah (memupuk tali persaudaraan dengan
bahu-membahu) melaksanakan perkara-perkara yang datang dalam Al-Qur’an, yaitu
melaksanakan perintah-perintah Allah dan meninggalkan larangan-larangan Allah
yang terdapat dalam Al-Qur’an karena Al-Qur’an adalah sesuatu yang terbaik bagi
kita baik di kehidupan dunia maupun di akhirat kelak.
Allåh berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَىٰ وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.
(Al Maa-idah: 2)
Allah berfirman
وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنْ الْمُنكَرِ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan,
sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar.
(QS. 9:71)
Para ulama mengatakan bahwa firman Allah { بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ} ((Sebagian mereka dari sebagian
yang lain)) yaitu sebagian mereka menolong sebaian yang lain, sebagian mereka
mengasihi sebagian yang lain, sebagian mereka mencintai sebagian yang lain dan
seterusnya demikan pula pada hak-hak persaudaraan yang lainnya.
Maka saling berwala (sikap loyalitas diantara kaum
mukminin) merupakan ikatan yang terjalin antara seorang mukmin dengan mukmin
yang lain, antara seorang muslim dengan muslim yang lain, dan hal ini
(loyalitas tersebut) memiliki tingkatan-tingkatan berdasarkan tingkat hubungan
diantara mereka, berdasarkan tingkat kasih sayang antara seseorang dengan
saudaranya, dan hak-hak (persaudaraan) ini banyak macamnya dan kami hanya
menyebutkan sebagian saja.
Keutamaan persaudaraan karena Allah
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يَقُولُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَيْنَ الْمُتَحَابُّونَ بِجَلَالِي الْيَوْمَ أُظِلُّهُمْ فِي ظِلِّي يَوْمَ لَا ظِلَّ إِلَّا ظِلِّي
Bahwasaya Allah berfirman pada hari kiamat “Dimanakah
orang-orang yang saling mengasihi dengan keagunganKu, maka pada hari ini aku
menaungi mereka di bawah naunganku pada hari tidak ada naungan kecuali
naunganKu”
(HR Muslim no 2566, dari hadits Abu Hurairah, kitabul
Adab, bab Fadlul hubbi fillah; dinukil
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّى
“Orang-Orang mukmin dalam hal saling mencintai,
mengasihi, dan menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila ada salah satu anggota
tubuh yang sakit, maka seluruh tubuhnya akan ikut terjaga (tidak bisa tidur)
dan panas (turut merasakan sakitnya)’
(HR. Muslim)
Råsulullåh shållallåhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ
”Tiga perkara yang jika terdapat pada diri seorang
maka ia akan merasakan manisnya iman:
مَنْ كَانَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا
(1) Jika Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada
selain keduanya.
وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ
(2) Ia mencintai seseorang yang mana tidaklah ia
mencintainya melainkan karena Allah.
وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ بَعْدَ أَنْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ مِنْهُ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
(3) Ia benci untuk kembali kepada kekafiran setelah
Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut, sebagaimana ia benci untuk
dilempar ke dalam Neraka”
[HR al-Bukhari (16 dan 21), serta Muslim (43);
Råsulullåh shållallåhu
‘alayhi wa sallam bersabda:
سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمْ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ
“Ada tujuh golongan yang akan Allah naungi dengan
naungan-Nya, pada hari dimana tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.
الإِمَامُ الْعَادِلُ
(1) Pemimpin yang adil.
وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ
(2) Pemuda yang tumbuh dalam beribadah kepada Allah.
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِالْمَسَاجِدِ
(3) Pria yang hatinya selalu terikat dengan masjid.
وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ
(4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah; dia
berkumpul karena-Nya dan berpisah karena-Nya.
وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا، حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ،
(5) Seseorang yang bersedekah secara
sembunyi-sembunyi, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang
dikeluarkan oleh tangan kanannya.
وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ،
(6) Seseorang yang berdzikir kepada Allah secara
menyendiri, lalu air matanya berlinang.
وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إلى نَفْسِهَا فَقَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ
(7) Lelaki yang diajak (berzina) oleh wanita yang
memiliki kedudukan dan kecantikan, lalu dia berkata: ‘Sesungguhnya aku takut
kepada Allah `Azza wa Jalla.’”
[Riwayat al-Bukhari dalam Shahīh-nya I/234/629 dan
Muslim dalam Shahīh-nya II/715/1031;
Ketinggian derajat akhlak
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ الرَّجُلَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ
”Sesungguhnya seseorang yang memiliki akhlak yang baik
benar-benar akan mencapai derajat orang yang shalat malam dan berpuasa pada
siang harinya.”
(HR. Imam Ahmad Al-Fathur Rabbani (XIX/76) dan Al
Hakim (I/60), dishahihkan oleh Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam
Shahihul Jami’ no. 1620;
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مِنْ حُسْنِ الْخُلُقِ وَإِنَّ صَاحِبَ حُسْنِ الْخُلُقِ لَيَبْلُغُ بِهِ دَرَجَةَ صَاحِبِ الصَّوْمِ وَالصَّلَاةِ
“Tidak ada satu apapun yang diletakkan di atas mizan
yang lebih berat daripada akhlak yang baik. Sesungguhnya pemilik akhlak yang
baik benar-benar akan mencapai derajat orang yang berpuasa lagi mendirikan
shalat.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2003 dan dishahihkan oleh
Asy-Syaikh Al-Albani rahimahullahu dalam Shahihul Jami’ no. 5726;
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku pemimpin sebuah rumah di dasar surga bagi orang
yang meninggalkan debat kusir meskipun ia benar.Aku pemimpin sebuah rumah di
tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun sendau gurau. Dan aku
pemimpin pada sebuah rumah di ketinggian surga bagi orang yang baik akhlaknya.”
(HR. Abu Dawud no.4800 dan dishahihkan oleh Asy-Syaikh
Al-Albani rahimahullahu dalam Shahihul Jami’ no. 1464;